Catatan Belajar Membangkitkan Fitrah Seksualitas

Agustus 27, 2019





Alhamdulillah, selesai juga tahapan belajar di level 11 ini. Selesai belajar di level ini bukan berarti berhenti untuk belajar namun saya jadi sadar dan semakin yakin bahwa mendidik itu ibarat petani yang harus sabar dalam setiap prosesnya. Tahu kapan dan tahapan apa yang seharusnya dijalankan. Mendidik anak sesuai fitrah seksualitas artinya mengenalkan anak bagaimana bersikap, berpikir, dan merasa seperti gendernya. Jika ia anak perempuan, maka kita bangkitkan fitrah seksulitasnya sebagai perempuan. Jika ia laki-laki, maka kita bangunkan fitrah seksualitasnya sebagai laki-laki.

Ada beberapa tahap yang perlu kita kawal di tiap fase pendidikan seksualitas anak, diantaranya :

1. Usia 0 – 2 tahun
Pada usia ini anak harus dekat dengan ibunya. Pendidikan tauhid pertama adalah menyusui anak sampai 2 tahun. Menyusui, bukan memberi asi. Langsung disusui tanpa pumping dan tanpa disambi pegang hp. Itu poin pentingnya.

2. Usia 3 – 6 tahun
Pada usia ini anak harus dekat dengan kedua orang tuanya. Dekat dengan ibunya, juga dekat dengan ayahnya. Perbanyak aktivitas bersama.

3. Usia 7 – 10 tahun
Pada usia ini dekatkan anak sesuai gendernya. Jika anak laki-laki, maka dekatkan dengan ayahnya. Ajak anak beraktivitas yang menonjolkan sisi ke-maskulin-annya. Seperti mencuci motor, akrab dengan alat-alat pertukangan, dan lain sebagainya.

Jika anak perempuan, maka dekatkan dengan ibunya. Libatkan anak dalam aktivitas yang menonjolkan ke-feminin-annya. Seperti berhenti pesan katering dan banyak utak atik di dapur bersama anak, melibatkan saat bersih2 rumah, menjahit dan sebagainya.

4. Usia 11 – 14 tahun
Usia ini sudah masuk tahap pre aqil baligh akhir dan pada usia ini mulailah switch/menukar kedekatan (Lintas gender). Jika anak laki-laki, maka dekatkan pada ibunya. Jika anak perempuan, maka dekatkan pada ayahnya. Jika tidak dekat dengan ayahnya, maka anak perempuan akan mudah terpikat dengan laki-laki yang menawarkan perhatian dan cinta meski hanya untuk kepuasan dan mengambil keuntungan semata.

Pada fase ini jika anak perempuan harus dekat dengan ayahnya, maka sebaliknya, anak laki-laki harus dekat dengan ibunya. Efek yang sangat mungkin muncul jika tahap ini terlewat, maka anak laki-laki punya potensi lebih besar untuk jadi suami yang kasar, playboy, dan tidak memahami perempuan.

Bagaimana jika kondisi orang tuanya bercerai atau LDR?

Solusinya adalah hadirkan sosok lain sesuai gender yang dibutuhkan. Misal saat ia tak punya ayah, maka cari laki-laki lain yang bisa menjadi sosok ayah pengganti. Misalnya kakek, atau paman. Sama halnya dengan rasulullah. Meskipun tak punya ayah dan ibu, tapi rasulullah tak pernah kehilangan sosok ayah dan ibu. Ada kakek dan pamannya. Ada nenek, bibi dan ibu susunya.

5. Fase berikutnya setelah 14 tahun bagaimana? Sudah tuntas. Karena jumhur ulama sepakat usia 15 tahun adalah usia aqil baligh. Artinya anak kita sudah “bukan” anak kita lagi. Ia telah menjelma menjadi orang lain yang sepadan dengan kita. Oleh karena itu, dampingi mereka agar bisa aqil dan baligh bersamaan. Maka fokus dan bersabar mendampingi anak-anak itu kewajiban (bukan pilihan), karena kita hanya punya waktu 14 tahun saja.

You Might Also Like

0 komentar