Peran Ayah Dalam Pendidikan Fitrah Seksualitas

Agustus 12, 2019


Seberapa pentingkah peran Ayah terhadappendidikan fitrah seksualitas Anak?



SANGAT PENTING!


• “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena allah telah melebihkan kaum laki- laki dari kaum perempuan, dan karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”

(QS. An-nisa : 34).
Dari ayat tersebut terpapar jelas bahwa Ayah adalah imam keluarga. Ayah yang bertanggungjawab menjadikan keluarga akan seperti apa dan dibawa kemana. Tugas mendidik anak pun adalah tanggungjawab utama seorang ayah dengan kelebihan yang dimilkinya.

• “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS. At-tahrim: 6). Ayat ini juga ditujukan kepada para kepala keluarga. Maka jelas, pendidikan akhlak anak menjadi tanggungjawab seorang ayah.


TANTANGAN



• Ayah tidak paham dan tidak teredukasi dengan baik dalam mendidik anaknya karena sudah terbiasa dengan pola pengasuhan yang didapatkan dari orang tuanya dahulu.

• Paradigma bahwa kewajiban mengasuh anak diserahkan kepada ibu sepenuhnya.

• Absennya ayah pada proses pengasuhan di rumah karena harus bekerja di luar kota (long distance relationship).

• Kualitas dan kuantitas waktu berinteraksi dengan ayah sedikit atau hanya hari libur karena harus pergi bekerja pagi hari di saat anak belum terbangun, dan pulang di saat anak sudah terlelap.

• Terjadinya perceraian atau perpisahan suami istri oleh karena permasalahan dalam hubungan pernikahan atau karena permasalahan kesehatan fisik/psikologis suami yang mengakibatkan ayah harus terpisah dengan anaknya.

• Terjadinya perang, bencana alam, boarding school dll yang mengakibatkan anak kehilangan sosok ayahnya.

• Tidak ada sosok ayah semenjak anak lahir karena kematian ayah atau kepergian ayah yang tidak bertanggung jawab sehingga ada fase yang terlewat.



SOLUSI


1. Seorang Ayah harus menumbuhkan pondasi kepercayaan dan cinta pada anak.
2. Ayah menjalankan peran keayahannya sebagai lelaki sejati dalam pendidikan fitrah seksualitas.

3. Sebagai calon suami/calon ayah, terlebih dahulu mengedukasi diri mengenai parenting atau pendidikan berbasis fitrah. Agar setelah menikah dan memiliki anak, ayah tidak kaget atau tidak menerima perannya.
4. Menyelaraskan visi dan misi keluarga, menggali tujuan dari keluarga, menyamakan persepsi dan pandangan dengan pasangan, saling memahami for dan foe.
5. Menumbuhkan rasa percaya diri ayah dengan melibatkan setiap kegiatan ibu ketika mengurus anak sejak anak lahir.
6. Jika ingin menyekolahkan anak ke PAUD sebaiknya pilih sekolah yang mempunyai guru laki-laki dan perempuan, kecuali orang tua sudah yakin bahwa anaknya telah mendapatkan pemenuhan peran gender yang diperlukan dari ayah dan ibu di rumah.
7. Bagaimana bila orang tua terlanjur berpisah, atau ayah mengalami kematian karena suatu penyebab?


• Pada orang tua yang bercerai, ibu tidak memberikan imaji negatif tengang ayah dan tidak membatasi atau menghilangkan waktu kunjungan ayah agar tercapai kesadaran atas tugas dan peran masing-masing sebagai orang tua yang tidak akan pernah berakhir walaupun hubungan pernikahan telah berakhir.
• Pada ibu yang ditinggalkan suaminya (karena kematian atau tidak mau bertanggung jawab), maka dukungan keluarga besar yang proporsional dapat memenuhi kekosongan peran ayah, misalnya sosok laki-laki di rumah dapat digantikan oleh kakek atau paman. Tujuannya untuk pemenuhan peran gender yang diperlukan serta melengkapi kebutuhan cinta dan kasih sayang pada diri anak, sehingga dampak fatherless pada diri anak dapat dimimalisir.
•Apabila seorang ibu tidak mendapat dukungan dalam membesarkan anak dari suami atau lingkungan sekitar, maka dibutuhkan pemberdayaan diri berupa penggalian keterampilan untuk dapat memenuhi kebutuhan materi keluarga. Keterampilan yang dimiliki ibu akan mendongkrak kepercayaan dirinya, keyakinan bahwa ia dapat mengatasi permasalahan apapun yang terjadi dalam pengasuhan anak, dan kemampuan dasar dalam mengelola diri secara penuh.


Catatan penting dari diskusi materi ke-empat : >> Tantangan yang harus dihadapi jika kita memiliki suami yang sebenarnya sangat setuju dengan beberapa materi parenting termasuk pendidikan fitrah seksualitas namun belum bisa membagi peran bersama istrinya. Maka salah satu solusi yang bisa kita lakukan yakni dalam kesempatan bincang² berdua, istri bisa mengajak suami berdiskusi tentang fitrah seksualitas, akan tetapi jgn terlalu dipaksakan, semenit dua menit insyaallah lama² "masuk" juga materinya. Selain itu, tahan diri dan hentikan membombardir (tag² ) suami dengan topik² parenting apabila beliau kurang berminat. Akan lebih bijak mencari cara lain misalnya dengan mencari tau sifat si suami. Menurut omge (psikolog) untuk membuat orang lain setuju dengan kita kita bisa mencari tau apakah dia tipe benefit/resiko, tipe lokomotif/gerbong. Artinya jika dia tipe benefit iming2-imingi dengan manfaatnya. Jika tipe resiko, jelaskan terus resiko apa yang akan dia dapat jika ia tidak mau melakukannya. Tipe resiko biasanya tidak mempan diiming-imingi dan sebaliknya tipe benefit tidak mudah ditakut-takuti. Selanjutnya, apakah dia lokomotif (tipe penggerak) atau gerbong (tipe yang harus digerakan). Bila ia tipe lokomotif biarkan ia yang memutuskan caranya dan sebaliknya bila ia tipe gerbong ajak dan rangkullah. Kl segala ikhtiar sudah dilakukan, bisikkan nama suami tercinta dlm sujud shalat malam Bunda. Insyaallah urusan pada Sang Pembolak-balik hati, Allah SWT. >> Contoh Peran ayah secara teknis dalam membangkitkan fitrah seksualitas sebenernya sudah masuk dalam materi fungsi orangtua (ayah dan bunda) dalam menanamkan fitrah seksualitas. Nah, poin penting pembahasan kali ini adalah menggarisbawahi perbedaan fitrah peran ayah dan bunda, dimana fitrah ayah vs fitrah ibu adalah 1. penanggung jawab pendidikan vs pelaksana harian pendidikan 2. Man of vision and mission vs person of love and sincerity 3. Sang ego & individualitas vs sang harmoni dan sinergi 4. Pembangun sistem berfikir vs pemilik moralitas dan nurani 5. Supplier maskulinitas vs supplier feminitas 6. Konsultan pendidikan vs selalu berkorban 7. The person of “tega” vs sang “pembasuh luka” Jika fitrah ini tumbuh paripurna maka kelak akan menjadi peran keayahbundaan yang sejati. Mereka masing-masing akan beradab kepada pasangannya dan anak keturunannya. Sesuai dengan topik kita kali ini, kenapa fitrah ayah yang dimunculkan karena Indonesia seperti kata bu elly risman adalah “_is the fatherless country_”dimana penyimpangan seksualitas dll banyak terjadi sebagai akibat hilangnya fitrah peran ayah dalam keluarga. >> Jika kita menyadari bahwa proses peran ayah ternyata sudah terlambat pada fase usia dimana anak mendapatkan peran yang seharusnya dari ayah maka yang bisa dilakukan oleh ayah adalah lebih fokus pada fase usia saat ini dan berikutnya. Insyaallah tidak ada kata terlambat untuk sebuah kesadaran dalam berikhtiar. Fase saat ini jangan kasih kendor, tak lupa meminta maaf atas kekurangan kita selama ini, meningkatkan perhatian dengan menanyakan perasaan anak , serta menerapkan semua ilmu parenting yg telah diperoleh pada anak khususnya yg terkait dg peran² keayahan. >> Unconditionally, ada ayah&bunda yang berada dalam kondisi tidak ideal karena sang ayah harus LDR maka : 📌Sebaiknya keluarga memiliki jam² khusus utk video call atau telepon utk msg² anak. Buat ayah dan anak saling merasa butuh utk berkomunikasi. 📌Saat pulang ke rumah, berikan special time buat ayah dan anak lelaki (sesuai fase usia) utk bincang² ttg mimpi basah, misalnya. Jangan diganggu, biarkan ayah dan jagoannya menghabiskan quality time bersama. 📌 Meski LDR, Bunda bisa membiasakan anak² utk izin dulu pada ayahnya lewat HP kalau mau memutuskan sesuatu terkait pemahaman gender, dll (fitrah seksualitas). Misalnya mau mengubah cat kamar anak perempuan jadi bertema bola, wajib mengikutsertakan pendapat ayah, bahkan ayahlah yg memutuskan baik atau tdk, mslnya. Sehingga walaupun raga terpisahkan jarak, bonding ayah dan anak tidak berbeda dibandingkan ayah yg tidak LDR. >> A. Pada peran ayah keempat yaitu sebagai "Pensuplai Maskulinitas" dikatakan bahwa ayah diperlukan kehadirannya untuk memberikan suplai maskulinitas untuk anak laki" dan perempuan.. Nah, apakah anak perempuan memang harus disuplai maskulinitasnya?? Bukankah anak perempuan seharusnya menerima suplai femininitas?? Dan apa tujuan memberikan suplai maskulinitas untuk anak perempuan?? Hal ini unik. Tidak setiap karakter maskulinitas itu ditujukan 100% utk anak laki². Mengapa anak perempuan juga butuh suplai maskulinitas dr ayahnya? Sebab anak perempuan juga memerlukan karakter kuat, tangguh, pantang menyerah, gigih, ulet, rasional, dan sederet sifat² maskulin dari ayahnya untuk bisa eksis memenangkan persaingan dalam hidup ini Sebaliknya pd anak lelaki, juga butuh karakter lembut, mengalah penyayang dan ngemong dari ibunya. (Tentunya dalam kadar yang wajar). Sebagai bekal menjadi suami dan ayah saat kelak berkeluarga, agar ia kelak mampu memperlakukan istri dan anak²nya dg sebaik²nya. Tidak setiap karakter maskulinitas itu ditujukan 100% utk anak laki². Mengapa anak perempuan juga butuh suplai maskulinitas dr ayahnya? Sebab anak perempuan juga memerlukan karakter kuat, tangguh, pantang menyerah, gigih, ulet, rasional, dan sederet sifat² maskulin dari ayahnya untuk bisa eksis memenangkan persaingan dlm hidup ini Sebaliknya pd anak lelaki, juga butuh karakter lembut, mengalah penyayang dan ngemong dr ibunya. (Tentunya dlm kadar yg wajar). Sebagai bekal menjadi suami dan ayah saat kelak berkeluarga, agar ia kelak mampu memperlakukan istri dan anak²nya dg sebaik²nya. Selain itu ayah sbg pensupply maskulinitas artinya bisa juga menjadi role model bagi anak perempuan bahwa laki-laki harus memiliki peran seperti itu juga. Sehingga anak tidak mudah terpesona dengan laki-laki bila dia menemukan sosok itu dari laki-laki lain karena sudah mendapat contoh dari ayahnya. Solusinyab¥Jika ayah sudah meninggal dan ibu tidak menikah lagi, sosok om (adik/kakak kandungnya orangtua), kakek diharapkan bs mengisi kekosongan perah ayah meski tidak sesempurna bila ada ayah kandungnya.




You Might Also Like

0 komentar