Insipirasi dari Rumah Cahaya, Titik Balik Islamic Parenting

Mei 27, 2020




Bagaimana sih orang tua milenial mengasuh dan mendidik anaknya?
Apakah orangtua yang hidup di zaman milenial ini dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan pola asuh yang sesuai dengan tantangan zaman? Saya rasa belum (sambil ngaca ke diri sendiri)
Banyak sekali teori A, B, C bahkan metode ini dan itu yang diklaim sebagai teori terbaik dalam mendidik anak. Apalagi di zaman yang serba cepat seperti saat ini. Faktanya justru orang tua zaman now dibanjiri informasi yang pada akhirnya seringkali membingungkan dan malah salah jalan. Kenapa bisa begitu? Karena orangtua zaman ini berpanduan bukan lagi pada kitab suci, literature terpercaya ataupun sumber-sumber ilmiah lainnya, melainkan kepada mesin pencarian Google. Menyedihkan. Memang informasi dapat diperoleh dengan mudah, tetapi orangtua juga harus belajar menyeleksi informasi sehingga dapat mengambil keputusan untuk menerapkan pola asuh yang paling tepat bagi anak dan keluarganya.

Lalu bagaimanakah sebaiknya mendidik dan mengasuh anak dengan baik menurut ajaran agama kita? Buku Inspirasi dari Rumah Cahaya ini adalah salah satu buku yang membuat saya tersadar dan berhenti pada satu titik balik. Buku nonfiksi ini membuat saya penasaran sampai-sampai saya sanggup merampungkan buku ini hanya dalam tiga hari saja. Sebegitu khidmatnya tidak terasa saya sudah melahap isi buku sebanyak 175 halaman. Setiap membalik halaman selalu terbersit kata, "ya Allah, inilah yang keluarga kami cari". Buku ini menjawab kegamangan keluarga kami yang terombang ambing di tengah gempuran informasi dan ilmu parenting dari berbagai sumber dan metode.
Banyak konsep parenting sekarang beredar, termasuk konsep parenting “Islami”. Lantas apa yang keliru?

Sebenarnya kekeliruan ini tidak hanya terjadi pada konsep parenting, tapi juga di semua bidang seperti pendidikan dan teknologi. Dan ini memang sebuah konsekuensi ketika Islam tidak hadir di semua bidang. Inalillahi.
Ilmu selain Islam akan selalu berkutat dalam tiga hal yaitu pertama, dia bisa benar. Kedua, dia benar tapi tidak sempurna, dan ketiga salah total. Dan itu terjadi di konsep parenting. Menurut ust Budi Ashari, Dia yang dimaksud disini adalah konsep parenting barat mungkin benar, terdapat dasar ayat dan hadisnya. Tetapi yang betul-betul benar tidak banyak. Banyak konsep parenting yang sekarang beredar ada di poin dua dan tiga itu tadi. Hal itu juga ditunjang dalam penelitian.
Berarti 2/3 dari konsep parenting yang sekarang beredar bermasalah. Kalau begini, bagaimana kita bisa mendapatkan hasil yang terbaik? Pokoknya, ketika ada ayat Al Qur’an dan Hadis ditabrak pasti hasilnya akan salah.

Apa yang membedakan konsep Parenting Nabawiyah dengan yang lainnya? Jika membaca tulisan karya ust Budi Ashari tidak lengkap rasanya jika tidak menyimak ceramah beliau sekaligus. Saya tercengang dengan fakta bahwa sebenarnya ada proses yang dinamakan Islamisasi ilmu. Saat Andalusia sedang berjaya di Eropa, banyak keilmuan Islam diambil oleh Eropa dan menjadi literatur ilmu di sana. Seperti yang kita ketahui Andalusia kala itu menjadi pusat keilmuan paling bergengsi di dunia sampai-sampai orang Eropa mengenakan pakaian yang menyerupai orang Arab.

Nah, setelah menuntut ilmu di Andalusia, banyak orang Eropa membawa pulang ilmunya. Namun mereka banyak melakukan kecurangan. Sebuah karya ilmiah dari Andalusia kemudian dihapus namanya dan yang paling buruk adalah banyak karya dari Andalusia kemudian ditulis dengan no name (tanpa nama). Itu buruk sekali, padahal itu semua keilmuan dari Islam. Hal itu terus berjalan seiring mereka melakukan plagiatisasi dari ilmu-ilmu Islam. Dan ketika Andalusia terkubur, mereka naik.

Syekh Muhammad Quthb pernah berkata, kalau secara nilai tidak ada satupun yang bisa kita ambil dari Barat. Tapi Barat lebih maju hari ini dalam hal-hal yang sifatnya mendetail.Dalam psikologi misalnya, mereka mencoba meng-angkakan jiwa seseorang, maka timbullah konsep IQ dimana kecerdasan bisa diangka-kan. Dari sisi itu kita akui mereka hebat. Namun mereka lepas dari dasar-dasar nash.

Oleh karena itulah, parenting nabawiyah ingin membalik itu semua. Kita tidak memulai sebuah konsep dari penelitian, tapi justru berawal dari Al Qur’an dan Hadis. Suatu saat kita akan membuat penelitian, jika hasil penelitian itu pas dan tidak bertentangan dengan nash maka kita masukkan. Jika tidak, maka kita tinggalkan.

Dari penjelasan beliau yang semakin menyadarkan saya kalau ternyata referensi yang belakangan juga pernah saya baca dan bersumber dari parenting barat itu juga bermula dari penelitian. Kalau kita bicara empirisme, terkadang saya bingung kenapa banyak orang bilang konsep dari Islam itu tidak empiris. Bagaimana tidak empiris? Sedangkan Islam sudah seribu tahun mempraktekan keilmuannya.
Rasulullah SAW sendiri bagaimana mendidik anak-anaknya?

Seharusnya orang tua milenial tidak perlu obsesi dan galau tentang bagaimana cara mendidik anaknya. Seharusnya kita kembali ke kitab suci kita. Kita lupa punya sosok yang merupakan teladan umat muslim. Ya, Rasulullah. Bagaimana Nabi mendidik anaknya dan mendidik anak-anak para sahabat. Alhamdulillah banyak para ulama sudah menulis bagaimana konsep pendidikan Nabi. Jadi, Sebenarnya dari mana Rasulullah SAW memulai pendidikannya kepada mereka?
Kalau kita bicara keluarga, Nabi memulai konsepnya sejak memilih pasangan. Dari tempat dijatuhkannya nutfah. Makanya Nabi merasa perlu sekali untuk ikut campur dalam proses pernikahan sahabat. Sehingga Nabi lah yang secara langsung memilihkan pasangan bagi para sahabat. Ketika Istri Utsman Bin Affan, Ruqayyah meninggal, Nabi langsung menawarkan adiknya, Ummu Kultsum. Begitu juga ketika Ummu Kultsum meninggal Nabi langsung bilang, ‘Demi Allah Utsman, jika aku punya anak perempuan lagi, maka aku akan nikahkan kepadamu.”

Tapi banyak yang bilang bahwa Pendidikan Zaman Nabi berbeda dengan kondisi saat ini?
Ini memang kalimat yang sangat menyesatkan. Ada yang memahaminya salah, ada pula yang sengaja memahaminya salah. Jangankan kalimat yang begitu, kalimat yang sekarang dijadikan sumber dalam pendidikan dan dianggap sebagai sebuah kalimat sakral adalah ‘didiklah anak sesuai zamannya.’
Apakah kita tahu ini kalimat siapa? Rasulullah SAW pun bukan. Kata Aidh al Qorni ada yang mengatakan bahwa itu kalimat Umar tetapi  diragukan. Meskipun kalimat itu benar namun kalimat itu juga jangan disakralkan, karena itu bukan wahyu. Melihat realita anak muda saat ini, bisa jadi kedepan di Indonesia tidak lagi memerlukan pernikahan dan pasangan gay serta lesbian diizinkan untuk menikah, apakah ini yang dimaksud dengan sesuai zamannya? Maka dalam parenting kita harus mengambil sosok yang terbaik yaitu Rasulullah SAW. Orang yang faham sejarah akan mengatakan bahwa sejarah akan mengulang dirinya sendiri, artinya tidak ada yang baru dalam dunia ini. Sejarah itu dipelajari juga karena itu.

Pelajaran sederhana lainnya yang dapat diambil hikmahnya, sekarang banyak sekali kesalahan fatal ibu-ibu para dai yang merasa sangat bangga memiliki pengajian di banyak tempat. Lantas anaknya dikemanakan? Anaknya ditelantarkan di rumah. Padahal siapa yang menyuruh seorang wanita aktif di luar rumah, tapi anaknya ditelantarkan?
Ummu Salamah RA misalnya, membaca kiprahnya di masyarakat memang tidak sekaliber Aisyah RA. Kenapa? Karena Ummu Salamah RA anaknya banyak, berbeda dengan Aisyah RA yang tidak memliiki anak.
Sedangkan Al Qur'an dalam surat Al Ahzab ayat 33 misalnya, faqorna fii buyutikun, menetaplah kalian para wanita di rumah kalian, siapa yang mau menerima ayat itu seutuhnya? Ayat ini malah dilawan dan dibelokkan sana-sini.

Di era badai fitnah saat ini, lalu apa pesan Ustadz Budi kepada keluarga muslim?
Sebenarnya zaman ini sedang mencari cahaya. Zaman ini sedang mencari Tuhannya, karena itu memang karakter zaman jahiliyah. Sebagai muslim kita harus bersyukur, kita punya cahaya hidayah yang diberikan oleh Allah. Maka jangan tinggalkan cahaya itu dan kita malah lari ke cahaya kegelapan. Kita harusnya mencari cahaya itu dari sumbernya. Tidak ada lain cahaya itu bersumber dari Allah SWT. Allahu nurus samawati wal ardh. Allah lah cahaya langit dan bumi.

Ustadz Budi Ashari, Lc yang notabene penulisnya dengan lantang mengungkapkan visi besar pengasuhan yang lepas dari trend kekinian penulisan parenting populer namun tetap mengena di hati.

Sistematikanya rapi, diperkaya dengan mind mapping dan referensi dari literatur shahih juga konten yang berbobot namun tetap mengalir, enak dibaca. Disertai dengan cuplikan kisah nyata untuk pelajaran di tiap judulnya, kian memudahkan pembaca untuk merefleksikannya dalam keseharian tanpa merasa digurui. Sederhana dan bermakna. Begitu pun untaian doa yang senantiasa menginsyafi bahwa keterlibatanNya dalam kehidupan berkeluarga kita adalah mutlak.
Saya percaya kebaikan dalam buku ini akan sampai pada mereka yang mau membuka hati dan pikirannya karena itikad dakwah penulis maupun tim penerbit buku ini yang InsyaAllah menjadikannya pencerahan bagi para orangtua yang ingin belajar parenting langsung dari sumber terbaik, keluarga para anbiya dan salafus shalih.

Semoga semakin banyak karya seperti ini yang mewarnai khazanah literatur parenting di Indonesia. Tiga konsep utama dalam parenting Nabawiyah yang digagas oleh Ustadz Budi Ashari. Parenting Nabawiyah adalah konsep pendidikan keluarga berbasis Nubuwah (kenabian).Sumber utama dari Parenting nabawiyah adalah Al-qur,an hadits serta sejarah-sejarah bagaimana ulama-ulama terdahulu mendidik anak sehingga melahirkan generasi yang luar biasa. Tak hanya bersinar di dunia namun juga gemilang hingga akhiratnya.

Berikut adalah 3 konsep utama dalam parenting Nabawiyah yang diusung oleh Ustadz Budi Ashari.

1.  Visi keluarga muslim
“Kalau orang hebat hari ini berpikir 250 tahun ke depan. Kita dibiasakan oleh Islam berpikir sangat-sangat jauh ; Sesudah kematian….” (Ustadz Budi Ashari Lc)
Ustadz budi Ashari menjabarkan visi dari keluarga Islam ada empat diantaranya adalah menyejukkan pandangan mata, pemimpin bagi masyarakat bertakwa, terjaga dari api neraka dan bersama hingga ke surganya. Empat hal ini harus menjadi cita-cita utama setiap rumah tangga muslim.
Rumah tangga ibarat sebuah kendaraan. Ia digunakan untuk menempuh sebuah perjalanan. Seluruh anggota keluarga adalah penumpang dengan masing-masing perannya. Penumpang ayah dan ibu ibarat nahkoda dan navigatornya. Merekalah yang memiliki rencana an mengumumkan kepada seluruh anggota keluaga; kemana tujuannya, lama perjalanan yang ditempuh dan apa yang akan dilakukan sesampainya. Begitu Ustadz Budi Ashari menyampaikan.
Beliau juga menambahkan keluarga adalah awal dari berdirinya peradaban Islam yang megah. Pemimpin yang istimewa berawal dari keluarga yang istimewa, pemimpin yang membahagiakan masyarakat berasal dari keluarga yang menyejukkan pandangan mata bagi keluarganya dan pemimpin yang Istimewa merupakan karya perpaduan harmonis suami istri. Dan inilah tugas utama dari sebuah keluarga.
Untuk mencapai setiap visi ini, tentu harus menggunakan cara-cara yang telah teruji dalam membangun peradaban Islam sejak dahulu kala yaitu metode parenting Nabawiyah.

2. Melahirkan generasi penegak khilafah
“Ternyata masa depan yang dipikirkan orang tua hanya masa kini. Masa depan sesungguhnya adalah kebesaran islam” (Ustadz Budi Ashari Lc)
Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan oleh HR.Ahmad :
“Nubuwah ada pada kalian sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian Khilafah di atas manhaj (sistem aturan) nubuwwah sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian kerajaan yang menggigit sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian kerjaan yang diktator sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian Khilafah di atas manhaj nubuwwah. Kemudia beliau diam.”
Akan hadir kembali fase Khilafah di atas manhaj Nubuwwah. Para pemimpinnya adalah pemimpin-pemimpin yang adil mensejahterakan rakyatnya. Rakyatnya adalah orang-orang beriman yang senantiasa berupaya berada dalam ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Konsep parenting Nabawiyah salahnya satunya adalah menyiapkan generasi kita sebagai generasi penegak khilafah. Berdo’a kepada Allah, berusaha membentuk kepribadian yang shaleh/ha dalam diri anak sehingga menjadi generasi yang diperlukan dalam fase kebangkitan Islam nanti, fase Khilafah ‘ala minhaj nubuwwah.

3. Melahirkan generasi pembuka roma
“Carikalan pendidik yang bukan saja berilmu tinggi tapi juga berakhlak mulia. Karena seringkali sesuatu yang tidak terucapkan tetapi terajarkan” (Ustadz Budi Ashari, Lc)
Rasulullah SAW menyandingkan antara pembuka Konstantinopel dan pembuka Roma. Dari sini kita dapat belajar dan mengambil inspirasi kalau kualitas dan cara melahirkan mereka harus disejajarkan dan disamakan. Sehingga kita harus mempelajari bagaimana Muhammad Al Fatih sang penakhluk konstantinopel dididik sebagai inspirasi mendidik generasi kita agar menjadi generasi pembuka Roma.
Demikian konsep pendidikan Parenting Nabawiyah yang diusung oleh Ustadz Budi Ashari. Sebuah konsep yang tidak hanya teruji dari pengalaman serta hasil eksperimennya melahirkan generasi hebat tapi juga teruji dan terpercaya sumbernya, yaitu jalan kenabian.



Sumber :
(1) Buku Inspirasi dari Rumah Cahaya
(2)


#KembaliKeRumah
#InspirasiRumahCahaya
#ParentingNabawiyah
#Review















You Might Also Like

0 komentar