Don't!! AL QAMAH
Oktober 17, 2012
MALAM
sudah larut, dingin merasuk sampai kesumsum tulang. Siapapun akan
terlelap dalam dekapan selimut tebal penghangat tubuh, tapi tidak bagi
Aini. Justru dinginnya malam membuatnya harus terjaga, melepaskan tidur
nyenyak yang baru saja ia rasakan.
Seluruh tubuhnya agak bergetar ketika kakinya menginjak lantai rumah. Saat itu memang sedang musim dingin. Walau jaket selalu ia gunakan ternyata tak mampu menahan dinginnya udara yang terasa membekukan semua persendian.
Bergegas ia mengenakan sandal rumah menuju kamar depan. Benar saja dugaannya, terlambat sedikit saja ia datang, air kencing telah membasahi tempat tidur ayahnya. Rupanya “diapers” yang dikenakan ayahnya tak lagi mampu menampung. Kalau sudah begini, ia harus kerja ekstra. Mengganti seprei, mengganti diapers, dan mengelap kencing di seluruh tubuh ayah. Aini harus siap dengan air panas di teremos untuk mensiasati situasi ini.
Ah! Kapan semua ini berakhir, sedangkan penyakit stroke dan lumpuh mertuanya tidak bisa diprediksi kapan sembuhnya? Bisa setahun, dua, atau malah selamanya. Aini galau memikirkannya. Kalau rasa capek dan jenuh melanda, rasanya ingin marah saja. Kalau sudah begini, “Menginggat Allahlah” yang mampu membuatnya kembali bersabar untuk merawat kedua mertuanya menemani di masa tuanya.
Berbakti
Mungkin ada di antara pembaca yang posisinya seperti Aini. Sebagai anak menantu dan kebetulan suami mendapat kepercayaan merawat orangtua. Tidak semua anak mendapat kepercayaan dari orangtuanya. Padahal, boleh jadi ada anak lain yang lebih mampu dalam materi.
Tapi begitulah, kita tidak bisa memaksa orangtua untuk tinggal di tempat yang untuk ukuran kita layak merawat mereka. Bahkan ada orangtua yang bertekad tidak mau meninggalkan rumahnya walau ia sendirian.
Sebagai menantu tentunya bukan hal yang mudah untuk menganggap orangtua suami seperti orangtua kita sendiri. Padahal kita tahu, karena ikatan pernikahan otomatis mereka menjadi orangtua kita. Di sini letak pengorbanannya untuk beradaptasi dan dengan ikhlas merawatnya seperti orangtua kita sendiri.
Merawat orangtua ketika usia belum renta, tentulah tidak serepot ketika mereka sudah sakit-sakitan. Sebagaimana Aini dan keluarganya, memerlukan kesabaran dan ketelatenan karena bukan hal yang mudah.melakukannya.
Seluruh tubuhnya agak bergetar ketika kakinya menginjak lantai rumah. Saat itu memang sedang musim dingin. Walau jaket selalu ia gunakan ternyata tak mampu menahan dinginnya udara yang terasa membekukan semua persendian.
Bergegas ia mengenakan sandal rumah menuju kamar depan. Benar saja dugaannya, terlambat sedikit saja ia datang, air kencing telah membasahi tempat tidur ayahnya. Rupanya “diapers” yang dikenakan ayahnya tak lagi mampu menampung. Kalau sudah begini, ia harus kerja ekstra. Mengganti seprei, mengganti diapers, dan mengelap kencing di seluruh tubuh ayah. Aini harus siap dengan air panas di teremos untuk mensiasati situasi ini.
Ah! Kapan semua ini berakhir, sedangkan penyakit stroke dan lumpuh mertuanya tidak bisa diprediksi kapan sembuhnya? Bisa setahun, dua, atau malah selamanya. Aini galau memikirkannya. Kalau rasa capek dan jenuh melanda, rasanya ingin marah saja. Kalau sudah begini, “Menginggat Allahlah” yang mampu membuatnya kembali bersabar untuk merawat kedua mertuanya menemani di masa tuanya.
Berbakti
Mungkin ada di antara pembaca yang posisinya seperti Aini. Sebagai anak menantu dan kebetulan suami mendapat kepercayaan merawat orangtua. Tidak semua anak mendapat kepercayaan dari orangtuanya. Padahal, boleh jadi ada anak lain yang lebih mampu dalam materi.
Tapi begitulah, kita tidak bisa memaksa orangtua untuk tinggal di tempat yang untuk ukuran kita layak merawat mereka. Bahkan ada orangtua yang bertekad tidak mau meninggalkan rumahnya walau ia sendirian.
Sebagai menantu tentunya bukan hal yang mudah untuk menganggap orangtua suami seperti orangtua kita sendiri. Padahal kita tahu, karena ikatan pernikahan otomatis mereka menjadi orangtua kita. Di sini letak pengorbanannya untuk beradaptasi dan dengan ikhlas merawatnya seperti orangtua kita sendiri.
Merawat orangtua ketika usia belum renta, tentulah tidak serepot ketika mereka sudah sakit-sakitan. Sebagaimana Aini dan keluarganya, memerlukan kesabaran dan ketelatenan karena bukan hal yang mudah.melakukannya.
Di kala tubuh lelah dan kerepotan telah
menyesakan dada, mungkin tanpa sengaja kita mengeluh. Hati kita menjadi
berat untuk melayani mereka. Pandangan terhadap orangtua agak lain,
bahkan terkesan menjengkelkan.
Hati-hati! Kita bisa terjebak pada perbuatan durhaka.
“Barangsiapa
memandang kepada ibu bapaknya dengan pandangan sinis, meskipun mereka
(ibu-bapak) yang pernah menganiaya, maka Allah tidak akan menerima
shalatnya.” (Al-Hadits)
Memandang sinis saja dilarang Allah
Subhanahu wa Ta’ala, apalagi perlakuan yang lebih buruk dari itu.
Walaupun mereka pernah berbuat salah, tetapi kita tetap harus berbuat
baik kepada mereka.
Sebagaimana Sa’ad ibnu Abu Waqash ketika
menghadapi ibunya yang mogok karena Sa’ad masuk Islam. Beliau tetap
santun dan berlaku baik, meskipun ibunya mengajak ia kembali kepada
kekufuran. Beliau tetap teguh dalam aqidah Islam tapi tetap menghormati
ibunya.
Berlaku Baik
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ
إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ
الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ
تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيراً
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada
ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara mereka
atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan
sekali-kali kamu mengatakan kepada mereka perkataan ‘ah’ dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.” (Al-Israa’: 23-24)
Islam tidak pernah mengkhususkan
suatu perintah yang menyangkut memberi perhatian dan penghormatan
kepada seseorang seperti yang dikhususkan kepada kedua orang ibu-bapak.
Al-Qur`an telah menetapkan hak-hak bagi orangtua setelah hak Allah atas
manusia. Setiap kali Allah menyuruh manusia agar mengakui karunia-Nya,
bersyukur kepada-Nya dan menyembah-Nya, Dia senantiasa menyertakan
perintah agar bersyukur kepada orangtua, berbakti kepadanya, bersikap
baik dan merendahkan diri kepada mereka.
Penghormatan ini
diberikan karena merekalah yang menjadi penyebab terwujudnya kita di
dunia ini, sumber kehidupan, dan pusat pendidikan. Betapa besar
pengorbanan mereka untuk membesarkan dan mendidik kita.
Tidakkah
rasa kemanusian yang agung yang dipersembahkan orangtua seperti itu
pantas sekali dibalas dengan hak-hak yang melebihi hak-hak semua orang?
Dan
apakah tidak sepantasnya anaknya membalasnya dengan kebajikan yang
lebih tinggi? Adakah orang lain selain orangtua yang berhak diperlakukan
dengan baik?
Tetapi dalam kenyataan masih saja terjadi
pelanggaran hak-hak orangtua oleh sang anak. Bahkan ada anak yang
karena tidak sabar, atau bosan dan tidak mau repot terhadap segala
sesuatu yang berhubungan dengan orangtua yang sudah renta, maka ada yang
menitipkannya ke panti jompo. Alasannya agar ada yang merawat atau
supaya orangtua bisa berkumpul dengan orang-orang seusianya. Jadi,
mereka lebih bisa menikmati masa tuanya.
Seandainya perlakuan
itu terjadi pada diri kita, bagaimana perasaan kita terhadap anak kita?
Sedih, marah, dan kecewa. Mungkin itu yang kita rasakan. Kalau waktu
bisa diputar lagi, mungkin kita akan enggan merawat mereka jika
perlakuan itu yang kita dapatkan. Beratnya mengandung, sakitnya
melahirkan, beratnya membesarkan, mengasuh, dan mendidik anak, akankah
dibalas dengan menitipkan ke panti jompo hanya karena “berat” mengurus
orangtua?
“Serendah-rendah sikap durhaka ialah ucapan ‘ah
’karena merasa bosan. Seandainya Allah mengetahui suatu ucapan yang
lebih rendah daripada itu ,maka Allah akan tetap melarangnya." (Al-Hadits)
Al-Qamah
Sebagai
seorang istri yang shalihah, tentunya kita tidak akan membiarkan suami
melakukan hal tersebut. Walau berat, merawat orangtua adalah salah satu
bentuk bakti dan penghormatan kita kepada mereka sebagaimana
tuntunan-Nya.
Ingat Al-Qamah, sahabat Nabi, yang sangat
menderita di kala sakaratul-maut? Padahal Al-Qamah adalah sahabat yang
baik dan rajin beribadah. Nabi berusaha mencari penyebab penderitaan
itu. Ternyata, Al-Qamah secara tidak sengaja mengabaikan sang ibu karena
istrinya. Dan hal ini ternyata melukai perasaan sang ibu.
Wahai
para Muslimah, sebagai seorang istri, tentunya kita tidak mau suami
kita bernasib seperti Al–Qamah bukan? Jangan sampai diri kita menjadi
penyebab suami kita mendurhakai kedua orangtuanya. Kalau hal ini
terjadi, berarti kita sama saja mendurhakai kedua orangtua kita. Suatu
sikap yang tanpa disengaja melukai perasaan orangtua saja sudah
berakibat menderita, apalagi yang dengan sengaja kita lakukan.
Sungguh
besar pahala yang kita dapat dari memuliakan orangtua. Sampai-sampai
Allah menetapkan, “Ridha Allah tergantung ridha orang tua”. Jadi,
barangsiapa ingin mendapat ridha Allah, maka berbaktilah kepada
ibu–bapak walaupun keduanya sudah tiada.*
""Ini semua episode-episode dalam hidup yang harus dijalani. Allah sudah takdirkan jalan masing-masing umatNya, tinggal gimana kita aja bisa menyikapi dan membesarkan hati untuk menjalani segala ujian dan cobaan dari Allah. Bukannya Allah sudah mengukur sampai dimana kekuatan hambaNya dan semua yang diberikan ini memang suatu pembelajaran dalam hidup agar kita lebih kuat dan menjadi pribadi yang selalu dekat denganNya. Ya Rabb berikanlah hamba kekuatan dan kesabaran dalam menjalani hidup dan segala ujianMu ini. Meskipun mungkin cara-caraMu menegur ini rasanya berat dan bahkan hamba sering merasa tertampar. Tapi aku harus terus istiqomah dan menguatkan hati, kalo semua yang ada ini dariMu dan pasti kembali padaMu wahai dzat yang Maha Agung. Nggak penolong sebaik baiknya Engkau...:)
0 komentar